WELLCOME TO MY BLOG

di sini lo semua bakal dapat, liat, baca, dan sekaligus menilai coretan tangan dari seorang pendosa mengaku sebagai anak adam yang mungkin buat lo nantinya ya...., sekedar biasa (cuman buat ngisi kekosongan trus iseng nyoret-nyoret ga' penting), lumayan, bagus, jelek, atau jelek banget, ha ha ha... (garing + tengsin). tapi, apalah itu terserah apa yang ada di mind lo semua yang jelas gw secara sadar dan tanpa rasa terpaksa menulis isi di blog ini... SILAHKAN LO BACA APA YANG ADA DI SINI.
tanky bertubi-tubi

Selasa, 22 Maret 2011

DIA… DIA… DIA…

“eh, Chun, boking no!” sambil menepuk bahu temannya (Chuni) di sampingnya yang sedang balik belakang. Sontak Chuni langsung balik belakang “mana men ?”
Di depan ada dua wanita yang berjalan melintasi mereka, satunya memakai jilbab, tertutup sambil merengkuh buku di dadanya dan yang satunya tidak berjilbab, skeeny jeans ketat yang memperlihatkan lekuk pahanya dengan tas di pundaknya. Keduanya berjalan bersama sesekali tersenyum dan menyela pembicaraa dengan tertawa
“cakep ya Chun ? itu baru namanya cwe!, tipe gw banget tuh. Ga’ kayak punya lo, pengen luarnya doang, ntar kalo udah dapet lo biarin gitu aja!” ujar Pian pada Chuni sahabat kentalnya.
“ye…, biarin. Eh, sob, tau ga’? sebagai cwo kita itu harus pinter-pinter berpetualang!” jawab Chuni ngeles. “petualang? Maksud lo?” tandas Pian pada Chuni.
“yah…, ni anak payah banget. Lo tuh bego beneran atau pura-pura bego, sih? Petualangan cintalah. Prêt!” jawabnya sambil meledek sahabat yang di sampingnya. “kebiasaan lo, inget tuh, lo masih punya adik cwe, karma loh!” jawabnya sembari menasihati Chuni. “au ah, terserah lo aja. Eh, besok malam jadi ya kita ke taman, cuci mata” ujar Chuni sembari mengingatkan Pian tentang rencana mereka. “iya dong, tapi lo bawa netbook yah, gw males bawa” pintanya pada Chuni.
“okelah, udah siang nih, cabut yok?” seru Chuni dan diamini Pian.

Setelah percakapan di siang itu mereka pulang ke rumah masing-masing

***

“eh Chun, tuh cwe dua kayaknya yang kemaren siang deh?”
“mana Yan” sambil mencari sosok wanita yang dimaksud Pian. “eh iya bener, mata lo tajem juga, kayak kalong, samperin sono gih? Ya…, kali aja salah satu dari mereka ada yang suka ama lo!”
“ogah ah, malu gw. Kalau lo mau, lo aja yang samperin”
“ya udah lo tunggu disini yah”

Chuni langsung mendekati kedua wanita yang duduk tidak jauh dari mereka. Entah apa yang mereka bicarakan, cukup lama mengobrol sampai saat Chuni mengutak-atik netbook yang dibawa oleh kedua wanita tersebut.
Tidak lama Chuni kembali
“eh, Yan, mereka lagi browsing, nyari-nyari bahan tuh, minta dibantuin. Bantuin gih, gw ga’ ngerti bahan apaan”
Tanpa berpikir lama Pian beranjak dari dudukannya menghampiri kedua wanita tersebut dengan membawa netbook.

“yup, kenalin dulu ini teman gw namanya Pian. Yan, kenalin ini namanya Yana (sambil menunjuk ke arah si jilbaber) trus ini Lani “ sambil duduk di sebelah Lani (gadis yang tidak berjilbab.
Saat dikenalkan Pian langsung mengulurkan tangan dan langsung dijabat Lani sedangkan Yana hanya tersenyum dan menyimpulkan kedua telapak di bawah dagunya sambil tersenyum. Pian sempat malu karena uluran tangannya tidak dijabat Yana. “netbooknya gw pegang Yan. Lo bantuin mereka gih.” Pinta Chuni.
“eh, bantuin kita dong, mas. Kita lagi nyari-nyari bahan buat tugas neh. Bisa ya?” Tanya Lani tanpa malu sambil menatap langsung mata Pian. “ga’ usah pake mas, manggilnya, gw bukan orang jawa soalnya” jawabnya mencoba melucu sambil mengutak-atik netbook
“abang gimana, atau kak aja?” jawab Lani dengan nada centil. “kalau abang janganlah, gw bukan tukang ojek, kalo kak juga gw ogah, kan gw ga’ pernah kawin ama kakak lo. Pian ato Iyan aja cukup” sambil menatap Yana di depannya yang dari tadi tidak mengeluarkan suara apapun, sesekali hanya tersenyum. “hahahaha… lucu deh kamu, ngegemesin banget.” sambil mencubit pipi Pian yang duduk tepat di sebelahnya.

Sepanjang waktu itu Lani yang selalu memancing obrolan, agresif sedangkan Pian hanya menjawab singkat seperlunya. Setiap Berbicara dan bertanya Pian selalu mengarahkan kata-katanya pada Yana, tapi yang ada selalu Lani yang menjawab.
“Yana kuliahnya ambil apa?” tanya Pian basa-basi
“dia ambil Cinematography, sama ama aku” jawab Lani yang tidak ditanya, mendengar yang menjawab adalah Lani, Pian agak kesal sedangkan Yana hanya mengangguk dan tersenyum. Saat Yana menjawab pertanyaan Pian selalu dengan kata “ya”. “sato kost-an juga sama Lani” Tanya pian yang kembali di jawab yana dengan “ya”.
“Yana emangnya ga’ punya kosa kata lain selain ‘ya’ ya?, mungkin kalo ditanya bokapnya maling juga bakalan dijawab, iya!” katanya ketus. “ga’, gila kali ah, bokapnya Yana maling. Tapi kayak nya bokap kamu deh yang maling Yan, soalnya kamu udah nyuri hati aku!” lagi-lagi Lani nyeletuk sambil mengelus pundak Pian.
“iya bener bokapnya Pian emang maling” timpal chuni nyeletuk
“eh, sembarangan, diam lo nyet!” tandas Pian pada Chuni sambil tersenyum.
“udah selesai neh, bahannya udah gw copy-in semua, cocok ama tugas lo bedua” ujar Pian menatap Yana. “Chun, balik yok?” lanjutnya menoleh ke Chuni.
Tidak lama setelah Pian dan Chuni pergi Yana dan Lani pun beranjak pulang tapi dengan arah yang berlawanan.

***
Pian terbangun oleh nada celularnya
“mmmm…., hallo…” dengan nada lemas menjawab panggilan celularnya
Ternyata yang meneleponnya adalah Lani yang sedang di kampus, di dalam hati pian bertanya-tanya darimana Lani mendapat nomer teleponnya, setaunya di malam mereka bertemu hanya sebatas berkenalan dan membantu browsing saja, tidak sampai saling bertukar nomor telepon. Kini, Pian beranjak duduk dari posisi tidurnya, masih mendengar ocehan Lani yang tidak dihiraukian sambil menoleh ke jam kamarnya yang menunjukkan pukul sepuluh pagi.
“iya deh, gw kesana. Tapi gw mandi dulu.” Jawabnya dan seketika mematikan celularnya. Ternyata Lani minta dijemput Pian, alasannya dia tidak punya kendaraan untuk pulang. Pian sebenarnya sedikit kesal karena yang diharapkan menelpon adalah Yana bukan Lani, alasannya mau menjemput Lani karena ingin bertemu Yana di kost-an mereka.
Di jalan mengantar pulang Lani justru meminta mampir dulu ke supermarket, katanya mau belanja keperluan kost “persediaan udah hampir habis” itu katanya sewaktu dia atas motor.
Sesampai mereka di kost, Pian tidak menemukan Yana di sana. Ingin menanyakan di mana Yana, pian malu, takut lani jadi tersinggung jika merasa tidak dianggap keberadaannya. Lagi-lagi Lani mengajak ngobrol Pian di dalam kost-annya di sana hanya mereka berdua, Pian sebenarnya ingin cepat pulang tapi Lani menahannya agar tudak terburu-buru, “habisin dulu minumnya”.
Saat Lani membaca pesan di celularnya. Tidak tau kenapa ia mengingatkan Pian karena tadi mau pulang “Tadi katanya ada janji, kasian lho chuni nungguinnya ntar lama”. Mendengar itu Pian malah senang karena tidak lagi ditahan untuk pulang, mengenai alasan Lani yang tidak mencegahnya pulang Pian masa bodoh dengan itu yang penting dia tidak berlama-lama dengan Lani apa lagi di dalam kost yang hanya ada mereka berdua.

***
“lo tungguin gw di taman, bentar lagi gw nyampe” kurang lebih begitulah pesan yang baru diterima Pian dari Chuni.
***
“Eh, cimeng. Lo ke mana aja. Gw cariin di kampus ga’ ada, gw samperin ke rumah, katanya lo keluar. Emang abis dari mana sih lo?” Tanya Chuni sambil ngoceh ga’ jelas.
“gw ga’ ngampus hari ini, kesiangan tadi gw. Bangun jam sepuluh” jawabnya lalu menceritakan semua sampai akhirnya mereka bisa ketemu sekarang jam tiga sore. Chuni juga menceritakan kejadian kampus saat dia kuliah, memang tidak penting untuk dibahas tapi itulah mereka selalu ada saja bahan yang mereka jadikan topic pembicaraan, ledekan, ketawaan dan sejenisnya. Demikian juga masalah wanita, Chuni memberi tau Pian bahwa dia melihat tanda ketertarikan Lani pada Pian tapi Pian justru mengatakan dia sebenarnya menyukai Yana bukan Lani. “yang tertutup itu lebih bagus, jadinya kita penasaran pengen tau apa yang ada di dalemnya. Tapi kalo yang udah kebuka, pengen tau apa? Kan udah keliatan dalemnya ada apaan, ya ga’?” jawabnya beralasan. Dari obrolan saat itu Pian meminta bantuan chuni untuk mencari info tentang Yana. ”lo juga usaha sendiri dong, jangan nunggin dari gw, kan yang suka lo, bukan gw. Masa’ yang ngebet lo tapi iyang ribet malah gw”. Jawab Chuni.
***
Dua bulan setelah perkenalan mereka rentang waktu tersebut Pian selalu mencari celah agar bisa bertemu dengan Yana, paling tidak untuk memberi salam syukur-syukur kalau diajak mengobrol lebih lama
Tapi selama waktu tersebut Lanipun sering menelpon dan mengirimkan pesan pada Pian, “risih gw” katanya pada Chuni.
Rencananya pas saat ulang tahun Yana, Pian akan menyatakan persaanya pada Yana. “gw udah yakin banget nih Chun, mantep gw ama Yana, bantuin gw buat nembak pas ultahnya”
Tidak ada yang tau seberapa besar perasaan yang dimiliki Pian terhadap Yana, hanya dia yang tau.terlebih lagi saat dia tau bahwa Yana tipe wanita yang bisa jaga diri. Ceritanya saat itu Yana sendiri di kost-annya dan suatu kebetulan Pian diminta mengantarkan buku Lian yang dipinjam Chuni. Tanpa sengaja mereka bertemu dan mengobrol banyak, saat Pian menyinggung diajak masuk Yana langsung menolak karena mereka hanya berdua, bukan muslim,dan lain sabagainya. Banyak lagi hal lain yang tidak sengaja dilihat Pian tentang Yana yang makin membuatnya kagum akan sosok seorang wanita anggun, cantik, pintar menjaga diri, wanita itu bernama Yana, wanita yang sangat disukainya.
***
Seketika Pian mendapat pesan yang mengingatkan agar ia tidak lupa untuk datang ke acara pesta ulang tahun Yana malam nanti,
Saat tiba di tempat acara ulang tahun Yana di sana sudah banyak tamu yang datang Pian dan Chuni melihat beberapa mahasiswa kampus yang dikenalnya selebihnya mungkin rekan dan temn-teman Yana.
Sama seperti hari-hari biasanya Yana menyambut tamu acaranya dengan ramah bersalaman, cipika cipiki dengan tamu wanita dan menyimpulkan tangan di bawah dagu untuk tamu pria dengan senyuman dan kata terima kasih. Melihat itu dari luar tempat acara Pian makin kagum padanya.
Ketika masuk bersama Chuni seseorang langsung meraih lengannya dan mengajaknya berjalan tepat di samping kolam, seperti adegan di sinetron Indonesia, basi. Yah, wanita itu adalah Lani, wanita agresif yang Pian tidak suka. Karena tau Pian tidak senang dengan yang dilakukan Lani, Chunipun mengikuti keduanya hingga dengan membawa dua gelas minuman, kini mereka tidak hanya berdua tapi bertiga dengan Chuni. “sorry, Lan, gw cuman bawa dua, pengen bawa tiga tapi tangan gw cuman ada dua, ga’ mungkin kan gw ngasi lo minum pake kaki” kata Chuni yang mulai jengkel pada Lani yang agresif terhadap sahabatnya dengan nada ketus. “makasi ya Chun, tau aja lo kalo gw risih ama dia” tegas Pian. “biasa aja, udah minum airnya” jawab Chuni sambil sedikit mengangkat gelasnya.
Di belakang Pian, Yana datang bersama seorang pria. “hai, makasi ya udah datang ke acara aku. (sambil melirik ke pria yang di ajaknya) kenalin dulu, ini Pian panggil aja Iyan, dan ini Chuni, mereka teman di kampus aku. Oh ya, Yan, Chun, kenalin dulu ini Bani, Pacar aku!”
Drrrrrr… tidak ada halilintar, petir, hujan, gempa tsunami, atau apalah itu rasanya dunia sudah mau hancur. Chuni yang baru meneguk, airnya langsung berhenti di kerongkongannya, keselek, sambil mendekati sobatnya seolah tau apa yang di rasakan sahabatnya. Tapi keduanya tanpa memperlihatkan wajah kecewa membalas dengan senyuman senbari mengulurkan tangan dan menyebut nama masing-masing. “kita ke temen-temen yang lain dulu yah, selamat senang-senang” itu yang diucapkan Yana pada keduanya
Beberapa saat setelah meniup lilin dan memotong kuenya, Yana mengumumkan bahwa dia dan pacarnya sudah lima tahun berhubungan, empat tahun terakhir pacarnya melanjutkan studi di luar dan sejak setahun ini mereka sudah bertunangan. Mendengar hal itu hati Pian makin hancur. Ya, kali ini dia benar-benar patah hati.
Acara selesai, beberapa undangan yang datang mulai beranjak satu persatu. Pian dan chuni menjadi yang terakhir yang akan pulang malam itu. Tapi, saat setelah pamit dan keluar tempat acara saat itu Lani datang dan ingin berbicara sebentar dengan Pian dan mengajaknya sedikit menjauh dari Chuni. “Yan, dari awal ketemu dua bulan yang lalu aku sudah suka sama kamu, aku juga tau kok kalo kamu tau itu. Jujur, aku suka banget sama kamu. Kamu mau ga’ jadi pacar aku”. Pian terkejut, dia baru sadar bahwa kata-kata yang diucapkan Lani adalah ungkapan perasaan untuknya. Padahal Pian yang akan mengutarakan perasaannya pada Yana, tapi sekarang kondisinya terbalik, justru seorang wanita yang menyatakan perasaan padanya. Tapi sayangnya wanita itu bukan Yana seperti yang diharapkan Pian.
“sorry, Lan. Sorry banget, saat ini gw belum bisa ngebales perasaan kamu. Tapi aku rasa waktunya ga’ tepat aja. Ada satu alasan yang buat aku ga’ belum bisa nerima kamu, yang saat ini aku ga’ bisa ngasi tau alasan itu ke kamu, Sorry yah. (sambil melirik jam tangannya) Udah malem juga. Aku balik dulu ama Chuni, ngantuk. Sekali lagi sorry neh. Gw jalan dulu. Dah..” dengan rasa kecewa Pian berjalan menghampiri Chuni meninggalkan Lani yang masih berdiri di tempat mereka tadi berbicara. “Lani nembak lo yah men, udah, lo ga’ usah nyesel nolak dia” ucapnya sambil menepuk pundak sahabatnya itu.
Memang dan seharusnya Pian tidak menyesal karena tidak membalas perasaan Lani. Dari pada dia menerima dan menjalani hubungan tapi hatinya masih untuk orang lain itu akan hal yang akan menyakitkan untuk Lani.


By: dadarguling95@yahoo.com / manusaallorya@ymail.com.
Mansy. Siroj Priamitra, 20 – 21 Maret 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar