WELLCOME TO MY BLOG

di sini lo semua bakal dapat, liat, baca, dan sekaligus menilai coretan tangan dari seorang pendosa mengaku sebagai anak adam yang mungkin buat lo nantinya ya...., sekedar biasa (cuman buat ngisi kekosongan trus iseng nyoret-nyoret ga' penting), lumayan, bagus, jelek, atau jelek banget, ha ha ha... (garing + tengsin). tapi, apalah itu terserah apa yang ada di mind lo semua yang jelas gw secara sadar dan tanpa rasa terpaksa menulis isi di blog ini... SILAHKAN LO BACA APA YANG ADA DI SINI.
tanky bertubi-tubi

Jumat, 15 April 2011

BAWAHAN GOSIPIN ATASAN

“ lebih baik jada bawahan tapi jujur, daripada atasan munafik, sholat dan ceramah cuman jadi topeng doang”

Kurang lebih seperti itulah bunyi status yang saya tulis di salah satu akun jejaring social saya. Hal tersebut berawal saat saya berada di salah satu bank dan tidak sengaja bertemu dengan seorang teman. Kebetulan pula saat itu sedang hujan deras dan cukup lama. Kami memulai dengan mengobrol kecil, ringan hingga masuk ke ranah pekerjaan masing-masing. Saling sharing tentang pekerjaan, suka duka dan sebagainya.
“ga’ orang di pusat , di kabupaten sama aja” begitu katanya saat menyamakan anggota DPR yang sedang dibenci masyarakat dengan atasannya .
Tentang pekerjaan saya sendiri, saya mulai capek dan malas dengan pekerjaan ini. Jujur, Sebenarnya ini lebih kepada orang-orang yang berhubungan dengan pekerjaan yang membuat saya semakin tidak betah dengan pekerjaan saya yang sekarang ini. Sepertinya semua yang saya lakukan selalu saja salah, mulai dari file yang katanya hilang padahal file tersebut tidak pernah diberikan untuk saya kerjakan, data yang harus dipindahkan ke komputer dengan semua deadline kilat yang mereka targetkan untuk saya selesaikan yang memaksa saya untuk membawa pekerjaan itu ke rumah (tentunya dengan alat yang saya punya, bukan dengan fasilitas yang mereka berikan) dan di lain sisi pekerjaan yang mereka berikan untuk saya selesaikan tidak hanya satu, dua atau tiga, tapi banyak. Tidak berhenti sampai di situ saja kadang juga berkas tersebut beberapa kali harus direvisi yang membuat saya bingung kenapa saat direvisi tidak sekaligus tapi bisa sampai lebih dari empat kali dengan berkas yang sama mulai dari berkas asli yang harus dirubah, setelah dirubah berkas tersebut kembali lagi untuk mengikuti aslinya tadi yang belum dirubah akhirnya membuat kertas menjadi mubazir, lebih banyak kertas yang salah daripada yang terpakai, bingung sekaligus makan hati. Sempat suatu pagi saya dihadapkan dengan beberapa pekerjaan (menyelesaikan file) yang harus saya selesaikan, belum selesai satu pekerjaan, satu permintaan lagi agar cepat selesai, ditambah lagi untuk mencari file di PC saya, selanjutnya beberapa berkas lagi masuk untuk segera diselesaikan. Saat itu saya benar-benar blank, pikiran saya asli kosong, saya tidak tau harus mengerjakan yang mana, belum cukup di sini seorang lagi mengajukan berkasnya untuk mengantri saya selesaikan, karena saya sudah blank, reflex saya memukul kepala dengan kedua tangan saya. Beberapa orang di ruangan tersebut yang melihat itu tertawa dengan apa yang saya lakukan.
Kadang saya berpikir apakah saya yang kurang becus mendengar, membaca, melihat dan memahami coretan hasil revisi mereka atau mungkin mereka hanya mau menguji keuletan atau kesabaran saya melihat banyak pekerjaan tersebut. Jika hanya untuk melihat keuletan saja, semua orang juga akan lambat menyelesaikan pekerjaannya karena sudah terlanjur stress dengan pekerjaan yang banyak dan harus segera diselesaikan. Jika menguji kesabaran, semua orang juga akan merasa hilang kesabarannya dengan file yang dirasa sudah beres akan tetapi kembali dicoret dan harus direvisi berulang-ulang ditambah lagi dengan focusnya terbagi dengan deadeline pekerjaan lainnya yang mengantri untuk diselesaikan.
Saya sering merasa sakit hati dan iri jika membandingkan diri saya, pekerjaan saya dengan mereka, belum lagi jika saya tidak sengaja mendengar pembicaraan yang kurang baik tentang pekerjaan saya, ini makin menambah rasa sakit hati saya. “mentang-mentang orang gde, punya fee lebih, cuman nyuruh doank, mikir dikit. Giliran kerjaan kurang beres aja, omongannya sana-sini yang kita lakuin kayaknya remeh banget. Dikiraen kerja kita ga’ pake mikir juga apa?” kadang gerutu seperti itu sesekali ada.
Saya bukan orang yang gampang disanjung, dikasi duit atau apalah. Kadang ada orang yang harus disanjung, dupuji-puji dulu baru dikasi pekerjaan agar mau untuk segera diselesaikan. Ada juga orang yang bisa dikasi duit pelicin untuk sebuah pekerjaan. Tapi maaf itu bukan saya, saya akan menyelesaikan pekerjaan yang lebih dulu masuk ke meja saya (sesekali pekerjaan urgen harus saya dahulukan meski masuknya belakangan, biasanya dari pimpinan, “daripada gw dipecat! Gw juga ga’ mau ambil resiko kale!”). saya tidak munafik kalau saya juga butuh duit tapi saya tidak mau gara-gara uang tersebut nantinya justru membuat saya tersudut justru makin membuat saya sakit hati. saya hanya ingin mereka membaik-baikkan saya, jika ada pekerjaan yang buat mereka itu sebuah kesalahan yang tidak harus terjadi, besar, kecil, sepele ataupun fatal setidaknya langsung berbicara kepada saya tanpa harus berbicara dibelakang saya pada pegawai lainnya. Itu akan membuat saya berkecil hati dan merasa sakit.
Tapi dengan beberapa hal “negative” tersebut saya juga tidak menafikan bahwa di saat itu pula banyak canda dan hal-hal yang masih bisa membuat saya tertawa dan mencoba merasa betah dengan pekerjaan. Seandainya saya memilih keluar dari pekerjaan ini saya harus kerja apa lagi, mencari duit ke mana ke mana lagi, meminta uang pada orangtua untuk keperluan selanjutnya rasanya tidak mungkin. Dilema memang, maka dari itu saya lebih memilih untuk bertahan dengan semua resiko sakit hati dan kecewa nantinya (seandainya mungkin hal itu akan ada, semoga saja tidak).
Cukup dengan cerita pekerjaan saya yang menyedihkan, hik… hik.. hik… (nangis ceritanya nih). Selanjutnya cerita pekerjaan teman saya, sebut saja namanya Pian.
Pian, pria berumur 27 tahun (empat tahun lebih tua dari saya) bekerja di Disperindag Kabupaten. Saat itu dia sedang kesel dengan gajinya yang belum cair, ditambah lagi dompetnya kosong, sepeserpun tidak ada, belum lagi setiap lima hari dalam seminggu sejatinya dia harus masuk kantor dan lagi-lagi memerlukan uang bensin, ditambah lagi makannya, dll. “gw kalo mikirnya stress tau ga’ lo! Untung banget di lingkungan kantor gw ada rumah kakak, jadi bisa numpang makan siang” katanya sesal.
Dia juga menceritakan kekesalan tentang beberapa atasannya di kantor, dari yang pelit, cuek, tidak peduli bawahan, dan lain-lain (dari beberapa orang itu ada juga yang baik dan royal pada bawahannya. Ada yang pelit, pelit banget sampai-sampai duit sisa kembalian lima ratus rupiahpun dimereki. Memang benar tiga bulan terakhir ini gajinya belum cair, biasanya untuk awal tahun semua gaji pegawai dirapel karena dasarnya pegawai kelas bawah yang gajinya pas-pasan di bawah saju juta rupiah, tidak aga yang bisa dilakukan. Jadi Pian harus jeli mencari penghasilan lain di luar gajinya di kantor yang emang tidak seberapa jumlahnya. “ya…, gw harus pinter-pinter nyari kesempatan! Ngetikin tugas kuliah orang lain, bantu proses berkas orang-orang, apa ajalah yang penting dompet gw keisi. Kalo ngarep gaji yang ga’ keluar-keluar, jadinya ga’ bisa jajan, ga’ da bensin buat ke kampus, lo masih untung ga’ ngerokok!”. Itu katanya
Seperti halnya anggota DPR yang sibuk studi banding ke luar negeri, petinggi-petinggi di kabupaten juga juga ga’ jauh beda, hanya saja di kabupaten tingkatannya lebih rendah. Pian juga mengatakan bahwa akalnya pewagai eselon itu patut diacungi jempol, setiap bulan selalu saja absen masuk kantor, alasannya ada studi banding ke luar kota. Setiap ada yang mencari mereka ke kantor jawabannya tidak lain kalau bukan studi banding pasti bintek ke Jakarta, Bandung, Denpasar, alasan sakit tidak berlangsung di sini. “bayangin aja, di dalam satu bulan pasti ada aja jalan mereka huat studi banding ke luar. Palingan katanya bintek ke Jakarta tapi jalan-jalan ampe Mataram doang. Bukan apa-apa sih sekembalinya mereka dari agenda itu tidak ada hasil yang mereka bawa pulang, tapi kalo masalah duit mereka yang paling ga’ mau kurang, ngabisin duit doang. Kalau ditanya masalah anggaran, mereka lebih pinter, di sini duit yang masuk di putar-putar alias manipulasi anggaran. Ibadah tidak pernah telat, ceramah paling bisa tapi kalo masalah uang warna merah mata berubah jadi hijau “topeng doank” seperti itu yang diceritakan pada saya.
Sebenarnya kami masih mau mengobrol lebih lama lagi tapi hujan sepertinya mulai sedikit reda Pian juga masih ada jadwal kuliahnya sore itu. Jadinya kita berpencar dan saya mencari tempat untuk hostpotan.

By: dadarguling95@yahoo.com / manusaallorya@ymail.com
Mansy. Siroj Priamitra, 15 April 2011, 12.12 am

1 komentar: